SBOBET88

Berita Dan Informasi Olahraga Terkini

Sport Lain

Mengupas kolerasi antara atlet muda, perfeksionism, cidera kepala dan bundir.

SBOBET88 – Di ranah olahraga, mengejar kesempurnaan sering disebut-sebut sebagai salah satu syarat utama untuk mencapai sebuah kesuksesan. Para atlet mendedikasikan waktu bahkan hidup mereka untuk mengasah keterampilan, mendorong tubuh mereka, dan berjuang untuk menjadi yang paling unggul. Namun, dibalik dorongan untuk mengejar kesempurnaan ini tersembunyi potensi resiko dan konsekuensi yang fatal. Penelitian terbaru telah menjelaskan bagaimana perfeksionisme di antara atlet dapat berkontribusi pada peningkatan risiko cedera kepala dan tindakan bunuh diri.

Perfeksionisme, ditandai dengan pengejaran tanpa henti dari ketidaksesuaian dan menetapkan standar yang terlalu tinggi. Sifat ini sering ditemui di diri banyak atlet. Atlet perfeksionis memiliki kecenderungan untuk mendorong diri sendiri hingga melampaui batas, sering mengabaikan tanda -tanda peringatan kelelahan atau cedera demi mengejar tujuan mereka. Dalam dunia olahraga kompetitif bertekanan tinggi, pengejaran kesempurnaan tanpa henti ini dapat memiliki konsekuensi serius, terutama ketika dalam prosesnya terjadi cedera kepala.

Sayangnya, Kelly Catlin dan Ellie Soutter adalah sebagian kecil contoh atlet muda perfeksionis dalam kasus ini. Keduanya merupakan atlet berprestasi. Catlin adalah atlet balap sepeda trek, juara dunia tiga kali dan peraih medali perak Olimpiade, dan Soutter, seorang snowboarder asal Inggris,pemenang Medali Perunggu Di Festival Olimpiade Pemuda Eropa 2017.

Dan keduanya juga sama-sama sangat pintar secara akademis, Catlin juga adalah mahasiswi yang tengah mengejar gelar master di bidang teknik komputasi dan matematika di Universitas Stanford, sementara Soutter belajar berbicara bahasa Prancis dalam waktu sekitar enam bulan.

Namun hidup kedua wanita muda dengan masa depan yang terlihat begitu menjanjikan ini berakhir secara tragis setelah keduanya sama-sama mengalami cedera kepala yang serius dalam mengejar kesempurnaan. Catlin meninggal dunia karena bunh diri ketika berusia 23 tahun, sementara Soutter meninggal karena bunuh diri pada ulang tahunnya yang ke -18.

Dalam sebuah wawancara dengan CNN, ayah Catlin menggambarkan putrinya sebagai pribadi yang “intens” dan “ambisius”. Pada Januari 2019, ketika berlatih menuruni bukit, Catlin jatuh dan tergelincir di jalan. Tapi itu bukan kecelakaan pertamanya, dia pernah mengalami 4 atau 5 kecelakaan keras sebelum ini. Namun kecelakaan Januari itu mempengaruhinya di Piala Dunia di Berlin, dia dicengkeram oleh sakit kepala yang tiba -tiba dan parah, yang membuatnya tidak bisa ikut berkompetisi.

“Kelly adalah tipe orang yang kuat menahan sakit. Dan jika dia berguling -guling di tanah sambil memegangi kepalanya, itu pertanda hal yang parah. “

Gegar otak adalah cedera otak yang terjadi setelah pukulan ke kepala atau tubuh menyebabkan otak bergerak bolak -balik di dalam tengkorak, menurut CDC. Ketika Catlin kembali ke AS, dia langsungg diperiksa oleh pusat pelatihan trek di Colorado. Dikonfirmasi dia menderita gegar otak, tapi dan sangat disayangkan tidak ada tindak lanjut atau pemeriksaan berkala dan rutin yang dilakukan. Kondisinya pun jadi tidak kunjung membaik, dan dalam panggilan telepon mingguan dengan orang tuanya, dia mengakui bahwa dia kesulitan menyelesaikan pekerjaan sekolah dan tidak dapat berkonsentrasi.

Pada dasarnya Catlin berpikir hidupnya sudah berakhir. Dia tidak lagi bisa menjadi atlet seperti yang dia harapkan, dia merasa telah mengecewakan rekan satu timnya. Dan disekolah pun dia tidak bisa berhasil. Pada akhir Januari 2023, dia sempat melakukan upaya bunuh diri yang serius tetapi tidak fatal, dan terpaksa harus dirawat di bangsal psikiatris yang terisolasi di Stanford. Dan sebulan setelah upaya itu, dia mengambil nyawanya sendiri.

Sementara Ayah Soutter, menggambarkan puterinya sebagai “pecandu adrenalin,” tetapi dia “sangat berhati -hati” dan unggul di sekolah. Soutter membuat apa saja yang dia lakukan terlihat mudah dan tanpa bersusah payah. Dalam kurun waktu tahun 2013 hiingga 2018, dia menderita tujuh gegar otak besar. Tapi orangtuanya selalu dinasehati oleh dokter yang menanganinya untuk tidak khawatir karena dia masih cukup muda sehingga dia akan pulih kembali.

Seiring perkembangannya menjadi atlet elit snowboarding, setiap kali Soutter mengalami gegar otak lagi, gegar otaknya semakin parah, dan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih. Tapi orangtuanya selalu diberitahu bahwa dia masih cukup muda untuk kembali ke kondisi sehat setelah setiap kasus. Tapi gegar otak terakhir yang dialami Soutter begitu parah sehingga dia harus dirawat di rumah sakit selama dua malam. Dia bahkan tidak mampu mengenali orangtuanya dan di mana dia berada.

Meski Soutter terpilih untuk berkompetisi di Kejuaraan Dunia Junior Snowboard di Selandia Baru Agustus 2018, sebulan sebelum kompetisi, dia meninggal karena bunuh diri.

Pada akhirnya, korelasi antara atlet, perfeksionisme, cedera kepala dan bunuh diri menggarisbawahi interaksi yang kompleks antara faktor psikologis dan kesehatan fisik dalam dunia olahraga. Dengan mengakui dan mengatasi tantangan unik yang ditimbulkan oleh perfeksionisme, atlet dan organisasi olahraga dapat bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung yang memungkinkan atlet untuk berkembang baik di dalam maupun di luar lapangan.